9 Bangunan Kolonial di Malang Peninggalan Belanda
Hai sobat Ongis. Kota Malang bukan hanya kota yang terkenal karena banyak kampusnya, bakso bakarnya, Aremania-nya, atau suasana dinginnya. Kota Malang juga terkenal akan tempat-tempat dan bangunan-bangunan kolonial bersejarah peninggalan Belanda.
Untuk kalian yang sudah merencanakan liburan di Malang, jangan lupa menyempatkan diri mengunjungi bangunan-bangunan kolonial di Malang untuk menambah wawasan dan mengenang sejarah Kota Malang pada zaman dulu. Yuk, langsung aja baca ulasan di bawah ini apa saja bangunan kuno di kota Malang.
Daftar isi
1. Alun-Alun Tugu Malang
Alun-Alun Tugu Malang dulunya disebut dengan Alun-alun Bunder karena bentuknya yang melingkar. Dikutip dari Media Centre Kendedes, Alun-Alun Tugu Malang dibangun pada masa kekuasaan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Pada mulanya, taman ini diberi nama JP Coen Plein sebagai bentuk penghormatan kepada Gubernur Jenderal Jaan Pieterzoen Coen yang juga dikenal sebagai pendiri Batavia atau Jakarta. Jalan-jalan disekitar alun-alun pun diberi nama-nama Gubernur Jenderal yang pernah memerintah Hindia Belanda.
Pada masa itu, model alun-alun tugu Malang masih sangat sederhana. Area melingkarnya hanya berupa taman terbuka tanpa ada tugu dan tanpa memiliki pagar di tepiannya. Belum ada juga air mancur atau tugu di tengahnya seperti saat ini.
Setahun setelah kemerdekaan, pada tanggal 17 Agustus 1946, ada inisiatif mendirikan tugu di tengah Taman Jaan Pieterzoen Coen (Alun-ALun Bunder). Pada saat itu juga batu pertama pembangunan monumen Tugu diletakkan dan ditanda tangani oleh Soekarno.
Namun, pada tahun 1947, Monumen Tugu sempat di hancurkan oleh Belanda dalam Agresi Militer 1. Alasan Belanda menghancurkan monumen Tugu karena mereka kesal akan kegigihan arek-arek Malang dalam mempertahankan wilayahnya dari agresi militer tersebut.
Pada tahun 1953, Monumen Tugu ini kembali dibangun oleh Pemerintah Kota Malang dan diresmikan lagi oleh Presiden Republik Indonesia kala itu, Ir. Soekarno.
Puncak monumen Tugu yang berbentuk bambu tajam memiliki arti tersendiri yaitu melambangkan bambu runcing sebagai senjata yang digunakan bangsa Indonesia untu mengusir penjajah.
Ada juga rantai yang melambangkan persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia. Makna lainnya ada pada bintang yang mempunyai 17 pondasi dan 8 tingkat serta tangga yang berbentuk 4 dan 5 sudut yang melambangkan tanggal kemerdekaan Negara Republik Indonesia, 17 Agustus 1945. Selain itu, bunga teratai yang berwarna merah dan putih yang mengapung mengelilingi kolam Tugu mempunyai makna keberanian dan kesucian sesuai dengan warna bendera Negara Republik Indonesia.
2. Wisma Tumapel
Pada tahun 1928, Wisma Tumapel mulai dibangun sebagai Hotel Splendid milik Belanda yang pada saat itu dianggap sebagai hotel yang mewah dan modern. Kemudian pada tahun 1944, ketika Belanda digantikan oleh Jepang, Hotel ini tak lagi menjadi penginapan akan tetapi menjadi sebuah kantor pemerintahan Jepang.
Ketika Indonesia sudah merdeka, pada tahun 1950, Wisma Tumapel berganti kepemilikan dan digunakan sebagai wisma dosen dan ruang kelas oleh FKIP Universitas Airlangga Surabaya. Hingga pada akhirnya Wisma Tumapel menjadi milik Universitas Negeri Malang pada tahun 1968.
Sejak tahun 2009, Wisma Tumapel memang sengaja dikosongkan untuk dijadikan sebuah hotel. Akan tetapi rencana tersebut belum terealisasi hingga saat ini karena status kepemilikannya yang tidak jelas menyebabkan para investor mundur secara perlahan.
Buat kalian yang mau berkunjung kesini cukup membayar Rp. 5.000/orang dan menyerahkan KTP atau KTM. Kalian bebas melakukan pemotretan di sini, guys. Akan tetapi kalian harus behave, ya. Jangan membuat kegaduhan, teriak-teriak, atau bahkan melakukan hal-hal yang tidak sopan lainnya. Konon katanya yang melakukan kegaduhan atau bicara yang tidak sopan akhirnya diganggu bahkan ketika sudah meninggalkan Wisma Tumapel.
3. GPIB Immanuel Malang
GPIB Immanuel Malang adalah gereja tertua yang berdiri sejak tahun 1861. GPIB Immanuel terletak di perempatan alun-alun utara Kota Malang. Karena termasuk salah satu cagar budaya, untuk melakukan renovasi pada GPIB Immanuel Malang harus ada ijin dari Pemerintah Kota Malang. Tak heran jika dekorasi bagian dalamnya masih sama seperti gereja-gereja umat kristiani pada jaman dahulu kala di mana hanya ada tempat duduk jemaat dan mimbar saja.
Selain menjadi gereja tertua di Kota Malang, GPIB Immanuel Malang juga menyimpan dua Alkitab yang berusia hampir 400 tahun. Dua Alkitab itu tersimpan rapi di lemari di dalam gereja. Dua Alkitab itu mempunyai sampul dari bahan kulit dan pengait sampul depan dan belakang yang terbuat dari besi.
GPIB Immanuel Malang diresmikan dengan nama Protestanche Gemente te Malang pada tanggal 30 Juli 1861. GPIB Immanuel Malang awalnya digunakan sebagai tempat peribadatan orang-orang Belanda dan Eropa yang beragama Kristen Protestan. GPIB Immanuel Malang juga berfungsi sebagai tempat perkumpulan kerohanian Kristen ketika pecah Perang Dunia II.
Sedangkan pada masa pemerintahan Jepang, GPIB Immanuel Malang dijadikan sebagai gudang beras. Para Jemaat pun sempat kocar-kacir kala itu, namun pada 3 Desember 1948, semua hak milik Jemaat Belanda diserahkan kepada GPIB Jemaat malang, termasuk Panti Asuhan Kristen yang kini disebut PAK Kampar. Meskipun pada tahun 1912, GPIB Immanuel Malang pernah dibongkar akan tetapi dibangun kembali dengan bentuk yang sama seperti yang berdiri kokoh hingga saat ini.
4. Museum Brawijaya
Museum Brawijaya Malang berisi benda-benda bersejarah pada zaman perang kemerdekaan hingga koleksi foto-foto Malang tempoe doeloe. Museum Brawijaya terletak di jalan Ijen no 25 Malang. Museum Brawijaya ini diresmikan pada tanggal 4 Mei 1968. Museum Brawijaya mempunyai luas 6825 m2 yang terbagi atas 2 area utama; area pamer dan area perkantoran.
Di depan Museum brawijaya, terpajang koleksi tank yang digunakan pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Ada senjata pengangkis serangan udara yang disita oleh BKR pada September 1945 dari tangan tentara Jepang. Selain itu ada juga Meriam Cannon 3,5 inch yang dinamakan ‘Si Buang’, dan juga ada Tank AMP-Track yang dipakai dalam pertempuran para pejuang TRIP.
Koleksi yang ada di dalam Museum Brawijaya juga tak kalah menarik seperti koleksi senjata yang dgunakan pada zaman kemerdekaan, foto-foto pemberontakan, foto-foto jaman perang kemerdekaan, foto-foto Malang tempo doeloe, barang-barang peninggalan Panglima Besar Sudirman, computer jadoel, dan yang paling fenomenal adalah gerbong maut.
Tiket masuk Museum Brawijaya lumayan murah yaitu Rp. 2.000/pengunjung. Murah banget, kan? So, ayow membantu melestarikan peninggalan sejarah dengan mengunjungi Museum Brawijaya.
5. Museum Sejarah Bentoel
Museum Sejarah Bentoel berlokasi di Jl. Wiromargo 32. Museum Sejarah Bentoel ini berdekatan dengan Pasar Besar Kota Malang. Meskipun terlihat sepi dan tidak ada aktivitas penjaganya, Museum Sejarah Bentoel ini terbuka untuk umum.
Museum Sejarah Bentoel dulunya adalah sebuah rumah yang digunakan sebagai usaha kecil-kecilan Rokok Bentoel. Usaha Rokok Bentoel didirikan oleh Ong Hok Liong pada tahun 1925. Di dalam area Museum Malang terdapat beberapa kursi tamu yang terletak di kanan kiri pintu masuk. Lambing Pt. Bentoel dan nama Ong Hok Liong yang berupa umbi bentul atau talas terpampang di sisi kanan pintu masuk. Di Museum Sejarah Bentoel ini menceritakan tentang pendiri PT. Bentoel, Ong Hok Liong, istri, dan juga keluarganya. Salah satu nasehat Ong Hok Liong yang terkenal adalah : “Jadi orang harus mau melarat dulu, jangan lantas mau kaya saja.”
Konon ceritanya, nama Bentoel berasal dari wangsit yang didapat oleh Ong Hok Liong ketika mengunjungi makam Eyang Jugo di Gunung Kawi. Kala itu, Ong Hok Liong bermimpi bertemu seorang pedagang bentul atau talas. Sekembalinya Ong Hok Liong dari Gunung Kawi, dia mengubah kemasan rokok Djeruk Manisnya dengan nama Bentoel.
6. RSU Lavalette Malang
RSU Lavalette Malang merupakan pusat pelayanan kesehatan masyarakat yang terletak di Jl. Wr.Supratman No. 10, Malang. Pada jaman dahulu kala, RSU Lavalette Malang ini adalah sebuah klinik kesehatan milik pemerintah Hindia-Belanda yang konon ceritanya klinik ini menempati sebuah bangunan di daerah Kasin, Malang. RSU Lavalette Malang didirikan pada tanggal 9 Desember 1918, berawal dari ide para pengusaha perkebunan besar yang tergabung dalam sebuah yayasan yang bernama “Stichting Malangsche Zieken-verpleging”.
Nama RSU Lavalette Malang ini ditujukan sebagai penghormatan untuk sang ketua yayasan, G. Chr. Renardel de Lavalette yang pada saat itu pemegang saham terbesar dan berjasa dalam pendanaan pembangunan klinik kesehatan ini.
7. Toko Oen Malang
Toko Oen Malang merupakan restoran yang sudah berdiri sejak 15 tahun sebelum kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Slogan Toko Oen adalah “A colonial landmark and prominent restaurant.”
Hingga saat ini bangunan Toko Oen tetap mempertahankan design khasnya. Toko Oen Malang juga begitu ramai dikunjungi wisatawan asing dan domestic utnuk menikmati nostalgia tempo dulu dengan bangunan dan furniture kuno serta tak lupa menikmati sajian menu andalan cita rasa Belanda; aneka ice cream dan steak.
Lokasinya yang sangat strategis, menjadikan Toko Oen Malang sebagai destinasi wisata kuliner bagi turis local maupun mancanegara. Toko Oen bersebelahan dengan Toko Buku Gramedia Malang, dekat dengan alun-alun, atau tepatnya di ujung Jl. Kajoetangan. Bangunannya yang berwarna hijau tua dan jendelanya yang besar-besar melengkung setengah lingkaran dengan gorden putih bewarna gading menutupi setengahnya.
Interior kuno yang terlihat dari kursi, lemari kaca bewarna kuning yang berisi toples-toples gaya lama, serta radio besar di pojok ruangan menambah suasana klasik Toko Oen Malang. Selain interiornya yang klasik asyik, music-musik nostalgia seperti lagu-lagu keroncong lama juga disertakan untuk menemani pengunjung Toko Oen Malang.
Tampilan kuno buku menu yang ditulis dalam Bahasa Belanda dan Indonesia yang juga disodorkan oleh pelayan-pelayan yang berseragam putih-putih ala nonik-nonik Belanda semakin menambah kesan bahwa sebuah bangunan cagar budaya ini masih dapat difungsikan dengan baik.
8. Stasiun Kereta Api Kota Lama Malang
Stasiun Kereta Api Kota Lama Malang merupakan stasiun kereta api tertua di kota Malang. Stasiun Kereta Api Kota Lama Malang dibangun pada tahun 1879. Pemberian nama kota lama ini bertujuan untuk membedakan dengan Stasiun Kota Baru Malang yang baru dibangun pada tahun 1941. Selain itu, usia bangunan yang lebih lama dan kuno juga menjadi latar belakang penamaan Stasiun Kereta Api Kota Lama Malang.
Stasiun Kereta Api Kota Lama ini dibangun sebagai bagian dari rute kereta api jalur Surabaya-Pasuruan-Malang. Pemerintah colonial Hindia-Belanda, melalui perusahaan Staats Spoorwegen, membangun Stasiun Kereta APi Kota Lama ini untuk mengangkut hasil bumi dari Malang ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya melalui Pasuruan.
Stasiun Kereta Api Kota Lama Malang ini berada pada ketinggian 429m diatas permukaan air laut di mana jalur rel menuju stasiun ini cukup terjal. Tak heran jika setiap kereta dari arah Utara menuju ke Malang yang melalui jalur ini harus memperlambat lajunya demi mengurangi resiko anjloknya gerbong kereta.
Stasiun Kereta Api Kota Lama Malang memiliki model bangunan yang sederhana, namun bergaya arsitektural yang unik. Dikutip dari Prezi.com, bangunan emplasemen Stasiun Kereta APi Kota Lama Malang yang menempel di belakang bangunan pintu masuk tersebut sangatlah sederhana tetapi unik dengan atap pelana dan struktur kayu. Pada atapnya, terdapat vestibule yang berfungsi untuk memasukkan cahaya matahari. Konstruksi kayu yang mendetail pada kerangka bangunannya juga patut diacungi jempol.
Pada pertemuan antara kuda-kuda, kolom dan balok horisontal terlihat sangat kuat dan kokoh. Hal ini dikarenakan banyak bagian yang batangnya terdiri dari batang ganda yang berfungsi sebagai batang tarik. Pelat baja yang mengikat setiap sambungan dengan baut menambah kokoh bangunan stasiun kereta api Kota Lama Malang. Sedangkan kayu yang terdapat pada konstruksi bangunan stasiun kereta api kota lama Malang adalah kayu jati yang usianya cukup tua.
Buat kalian yang berencana traveling ke Malang naik kereta, pasti akan turun di Stasiun Kereta Api Kota Lama ini. Istirahat sebentar sambil narsis-narsis di depan pintu masuk stasiun nggak ada salahnya, guys. Yang ada kalian akan membuat tampilan instagra atau medsos kalian yang lain jadi vintage abis.
9. Gereja Kayutangan
Gereja tertua kedua di Kota Malang selain GPIB Immanuel Malang adalah Gereja Kayutangan atau Gereja Hati Kudus yang berada di Jl. Kajoetangan. Gereja Katolik Kayutangan ini berdiri pada tahun 1905.
Gereja kayutangan ini sebenarnya secara tidak langsung memiliki hubungan erat dengan sejarah perkembangan arsitektur colonial Hindia-Belanda dimana gereja Kayutangan ini termasuk golongan bangunan yang dibangun oleh arsitek antara tahun 1900-1915. Gereja Kayutangan ini segolongan dengan bangunan Javasche Bank yang sekarang Bank Indonesia yang didirikan pada tahun 1914 dan Palace Hotel yang sekarang menjadi Hotel Pelangi yang dibangun pada tahun 1916.
Arsitek gereja Kayutangan ini adalah Marius J. Hulswit dimana dia adalah seorang pelopor arsitektur colonial modern di Hindia Belanda sesudah tahun 1900. Hulswit sendiri adalah murid seorang arsitek Neogothik di Belanda. Jadi tak heran jika Gereja Kayutangan memiliki gaya arsitektur Neogothik yang pada abad XIX menjadi trendsetter bangunan gereja di Eropa.
Meskipun tidak semegah dengan bangunan gereja Neogothik yang ada di Eropa, Gereja Kayutangan ini tetap memiliki karakteristik yang kuat seperti halnya gereja-gereja Neogothik yang lain. Hal ini terlihat pada struktur gedung yang tinggi dimana struktur bangunan memiliki kerangka kokoh pada dinding dan atap yang berfungsi sebagai penutup. Gereja kayutangan juga memiliki jendela dan pintu yang besar pada dinding yang dibangun dengan konstruksi skelet. Hal ini terlihat pada tembok luar gereja yang ditopang tiang penyangga dinding berbentuk persegi.
Denah gereja Kayutangan juga tidak berbentuk salib seperti pada umumnya gereja bergaya Gothic. Hal ini dikarenakan atapnya yang tidak terlalu tinggi, jadi tidak ada penyangga yang sering disebut Fliying Buttress. Karena denahnya yang berbentuk kotak, gereja Kayutangan tidak memiliki ruang yang disebut double aisle atau nave seperti layaknya gereja-gereja Gothic lainnya.
Di sebelah depan denah, di sisi kiri dan kanan terdapat tangga yang dipakai untuk naik ke lantai dua yang tidak penuh. Pada kedua tangga inilah dibuat dua tower atau menara yang biasa kita lihat di gereja-gereja bergaya Neogothic.
Halswit juga merancang sendiri altar gereja Kayutangan. Altar tersebut terbuat dari kayu yang dipesan dari tukang kau Cina di Surabaya. Akan tetapi altar tersebut sudah tidak dipakai lagi sejak tahun 1965.
Jika kalian ingin berkunjung ke Gereja Kayutangan ini, kalian bisa membaca tulisan batu murer di gereja Kayutangan dalam bahasa Belanda yang jika diterjemahkan mempunyai arti sebagai berikut: “Gereja ini dipersembahkan kepada Hati Kudus Yesus, didirikan berkat kemurahan hati dari Yang Mulia Monseigneur ES Luypen, dirancang oleh arsitek MJ. Hulswit dan semasa penggembalaan yang terhormat Romo GDA Joncbloet dan Romo FB. Meurs pada tahun 1905 telah diberkati oleh YM. Monseigneur Edmundus Sijbrandus Luypen, uskup Tituler dari Orope, Vikaris Apostolik dari Batavia.”
Itulah 9 Bangunan Kolonial di Kota Malang yang mungkin bisa menjadi alternatif bagi anda yang menyukai wisata plus fotografi. Malang memang banyak sekali spot fotografi bangunan bersejarah. Jadi bagi anda yang tertarik mengunjungi tempat-tempat tersebut, bisa menghubungi kami Ongis Travel penyedia paket wisata Malang terpercaya. Lets visit Malang!